Kamis, 13 Oktober 2011

PERKEMBANGAN TEORI BELAJAR MENGAJAR DAN PENERAPANNYA DALAM PENGAJARAN MATEMATIKA


Tidak hanya tingkat ke dalam konsep yang diberikan pada anak yang harus disesuaikan dengan tingkat kemampuannya, cara penyampaian materi pun demikian pula. Guru harus mengetahui tingkat perkembangan mental anak dan bagaimana pengajaran yang harus dilakukan sesuai dengan tahap-tahap perkembangan tersebut. Pengajaran yang tidak memperhatikan tahap perkembangan mental anak, besar kemungkinan akan mengakibatkan anak mengalami kesulitan karena apa yang disajikan kepada anak tidak sesuai kemampuannya dalam menyerap materi yang diberikan.


ALIRAN PSIKOLOGI TINGKAH LAKU

1.  Teori Thorndike
Edward L. Thorndike (1874-1949) mengemukakan beberapa hukum belajar yang dikenal dengan sebutan Law of effect. Menurut hukum ini belajar akan lebih berhasil bila respon murid terhadap suatu stimulus segera diikuti dengan rasa senang dan kepuasan. Rasa senang atau kepuasan ini bisa timbul sebagai akibat anak mendapatkan pujian. Terdapat beberapa dalil atau hukum yang dikemukakan Thorndike, yang mengakibatkan munculnya stimulus-respon ini, yaitu hukum kesiapan (law of readiness), hukum latihan (law of exercise) dan hukum akibat (law of effect). Hukum kesiapan menerangkan bagaimana kesiapan seorang anak dalam melakukan suatu kegiatan. Seorang anak yang mempunyai kecenderungan untuk bertindak atau melakukan kegiatan tertentu dan kemudian dia benar melakukan kegiatan tersebut, maka tindakannya akan melahirkan kepuasan bagi dirinya. Tindakan-tindakan lain yang dia lakukan tidak menimbulkan kepuasan bagi dirinya. Hukum latihan menyatakan bahwa jika hubungan stimulus respon sering terjadi, akibatnya hubungan semakin kuat. Sedangkan makin jarang hubungan stimulus respon dipergunakan, maka makin lemahnya hubungan yang terjadi. Seorang anak yang dihadapkan pada suatu persoalan akan segera melakukan tanggapan, secara cepat sesuai dengan pengalamannya pada waktu sebelumnya. Hukum akibat Thorndike mengemukakan bahwa suatu tindakan akan menimbulkan pengaruh bagi tindakan yang serupa. Ini memberikan bahwa suatu tindakan yang dilakukan seorang anak menimbulkan hal-hal yang menyenangkan bagi dirinya, tindakan tersebut cenderung akan diulanginya dan sebaliknya.

2. Teori Skinner
Surrhus Frederic Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang amat penting dalam proses belajar. Ganjaran merupakan respon yang sifatnya menggembirakan dan merupakan tingkah laku yang sifatnya subjektif, sedangkan penguatan merupakan sesutu yang mengakibatkan meningkatnya kemungkinan suatu respon dan lebih mengarah kepada hal-hal yang sifatnya dapat diamati dan diukur. Skinner menyatakan bahwa penguatan terdiri atas penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan dianggap sebagai stimulus positif, jika penguatan tersebut seiring dengan meningkatnya prilaku anak dalam melakukan pengulangan prilakunya itu. Contohnya pujian yang diberikan pada anak dan sikap guru yang bergembira pada saat anak menjawab pertanyaan. Skinner menambahkan bahwa jika respon siswa baik (menunjang efektivitas pencapaian tujuan) harus segera diberi penguatan positif agar respon tersebut lebih baik lagi, atau minimal perbuatan baik itu dipertahankan. Misalnya dengan mengatakan “bagus, pertahankan prestasimu” untuk siswa yang mendapat nilai tes yang memuaskan. Sebaliknya jika respon siswa kurang atau tidak diharapkan sehingga tidak menunjang tujuan pengajaran, harus segera diberi penguatan negatif agar respon tersebut tidak diulangi lagi dan berubah menjadi respon yang sifatnya positif. Penguatan negatif ini bisa berupa teguran, peringatan, atau sangsi (hukuman edukatif).

3. Teori Ausubel
Teori ini terkenal dengan belajar bermaknanya dan pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai. Ia membedakan antara belajar menemukan dengan belajar menerima. Pada belajar menerima siswa hanya menerima, jadi tinggal menghapalkannya, tetapi pada belajar menemukan konsep ditemukan oleh siswa, jadi tidak menerima pelajaran begitu saja. Selain itu untuk dapat membedakan antra belajar menghapal dengan belajar bermakna. Pada belajar menghapal, siswa menghapalkan materi yang sudah diperolehnya, tetapi pada belajar bermakna materi yang telah diperoleh itu dikembangkan dengan keadaan lain sehingga belajarnya  lebih dimengerti.

4. Teori Gagne
Menurut Gagne, dalam belajar matematika ada 2 objek yang dapat diperoleh siswa, yaitu objek langsung dan objek tak langsung. Objek tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, belajar mandiri, berikap positif terhadap matematika dan tahu bagaimana semestinya belajar. Sedangkan objek langsung berupa fakta, keterampilan, konsep, dan aturan. Menurut Gagne, belajar dapat dikelompokkan menjadi 8 tipe belajar, yaitu: Belajar isyarat adalah belajar yang tingkatnya paling rendah, karena tidak ada niat atau spontanitas. Contohnya menyenangi atau menghindari pelajaran karena akibat perilaku gurunya. Stimulus respon merupakan kondisi belajar yang ada niat diniati dan responnya jasmaniah. Misalnya siswa meniru tulisan guru di papan tulis. Rangkaian gerak adalah perbuatan jasmaniah terurut dari 2 kegiatan atau lebih dalam rangka stimulus respon. Rangkaian verbal adalah perbuatan lisan terurut dari 2 kegiatan atau lebih dalam rangka stimulus respon. Contohnya mengemukakan pendapat, menjawab pertanyaan guru secara lisan. Belajar membedakan adalah belajar memisah-misah rangkaian yang bervariasi. Pembentukan konsep yaitu belajar melihat sifat bersama benda-benda konkrit atau peristiwa untuk dijadikan suatu kelompok. Dalam hal tertentu tipe belajar yang mengharapkan siswa untuk mampu memberikan respon terhadap stimulus dengan segala macam perbuatan. Kemampuan disini terutama adalah kemampuan menggunakannya. Misalnya pemahaman terhadap rumus kuadratis dan menggunakannya dalam menyelesaikan persamaan kuadrat. Belajar pemecahan masalah adalah tipe belajar yang paling tinggi karena lebih kompleks dari pembentukan aturan.

5. Teori Pavlov
Pavlov mengemukakan konsep pembiasaan (conditioning). Dalam hubungannya dengan kegiatan belajar mengajar, agar siswa belajar dengan baik dan harus dibiasakan. Misalnya, agar siswa mengerjakan soal PR dengan baik, biasakanlah dengan memeriksanya, menjelaskannya, atau memberi nilai terhadap hasil pekerjaanya.

6. Teori Baruda
Baruda mengatakan bahwa siswa belajar itu melalui meniru. Pengertian meniru di sini bukan berarti menyontek, tetapi meniru hal-hal yang dilakukan oleh orang lain, terutama guru. Jika tulisan guru baik, guru berbicara sopan santun dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar, tingkah laku yang terpuji, menerangkan dengan jelas dan sistematik, maka siswa akan menirunya. Jika contoh-contoh yang dilihatnya kurang baik ia pun menirunya. Dengan demikian guru harus menjadi manusiamodel yang profesional.

7. Aliran Latihan Mental
Aliran ini berkembang sampai dengan awal abad 20, yang mengemukakan bahwa struktur otak manusia terdiri dari gumpalan-gumpalan. Agar ia kuat maka harus dilatih dengan beban, makin banyak latihan dan beban yang makin berat maka otot (otak) itu makin kuat pula. Oleh karena itu jika anak (siswa) ingin pandai maka ia harus dilatih otaknya dengan cara banyak berlatih mamahami dan mengerjakan soal-soal yang benar, makin sukar materi itu makin pandai pula anak tersebut.


ALIRAN PSIKOLOGI KOGNITIF

A.  Teori Piaget
Piaget menyebut bahwa struktur kognitif sebagai skemata, yaitu kumpulan dari skema-skema. Seorang individu dapat mengikat, memahami dan memberikan respon terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya skemata ini. Skemata ini bekerja secara kronologis, sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya. Proses terjadinya adaptasi dari skemata yang telah terbentuk dengan stimulus baru dilakukan dengan 2 cara, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses pengintegrasian secara langsung stimulus baru kedalam skemata yang telah terbentuk. Sedangkan akomodasi adalah proses pengintegrasian stimulus baru kedalam skema yang telah terbentuk secara tidak langsung. Dengan demikian pada asimilasi tidak menghasilkan perubahan skemata, melainkan hanya menunjang pertumbuhan skemata secara kuantitas. Sedangkan pada akomodasi menghasilkan perubahan skemata secara kualitas.
Piaget mengemukakan bahwa ada 4 tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang secara kronologis yaitu:
v  Tahap sensor motorik, dari lahir – umur 2 tahun
v  Tahap pra operasi, dari umur 2 tahun – umur 7 tahun
v  Tahap operasi konkrit, dari umur 7 tahun – umur 11 tahun
v  Tahap operasi formal, dari umur 11 tahun – seterusnya.

B.  Teori Bruner
Jerome Bruner dalam teorinya menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih berhasil, jika proses pengajaran  diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur yang terbuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, disamping hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur.
Bruner melalui teorinya itu mengungkapkan bahwa dalam proses belajar anak sebaiknya diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda (alat peraga). Melalui alat peraga ynag ditelitinya itu anak akan melihat langsung bagaimana keteraturan dan pola struktur yang terdapat dalam benda yang sedang diperhatikannya itu. Keteraturan tersebut kemudian oleh anak dihubungkan dengan keterangan inuitif yang telah melekat pada dirinya.
Bruner mengemukakan bahwa dalam proses belajarnya anak melewati 3 tahap, yaitu:
v  Tahap enaktif
v  Tahap ikonik
v  Tahap simbolik
Bruner mengadakan pengamatan ke sekolah-sekolah. Dari hasil pengamatannya itu diperoleh beberapa kesimpulan yang melahirkan dalil-dalil. Diantara dalil-dalil tersebut adalah dalil-dalil penyusunan, dalil notasi, dalil kekontrasan dan dalil keanekaragaman, dan dalil pengaitan.

C.   Teori Gestalt
Tokoh aliran ini adalah John Dewey, ia mengemukakan bahwa pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang diselenggarakan oleh guru harus memperhatikan hal-hal berikut ini.
v  Penyajian konsep harus lebih mengutamakan pengertian
v  Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar harus memperhatikan kesiapan intelektual siswa
v  Mengatur suasana kelas agar siswa siap belajar
Dari ketiga hal diatas, dalam menyajikan pelajaran guru jangan memberikan konsep yang harus diterima begitu saja, melainkan harus lebih mementingkan pemahaman terhadap proses terbentuknya konsep tersebut daripada hasil akhir. Untuk hal ini guru bertindak sebagai pembimbing dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan proses melalui metode induktif.

D.  Teori Brownel
W. Brownel mengemukakan bahwa belajar matematika harus merupakan belajar bermakna dan pengertian. Dia menegaskan bahwa belajar pada hakikatnya merupakan suatu proses yang bermakna. 
Terdapat perkembangan yang menunjukkan bahwa doktrin disiplin normal itu memiliki kekeliruan yang cukup mendasar. Dari penelitian yang dilaksanakan di abad 19 terdapat hasil yang menunjukkan bahwa belajar tidak melalui latihan hafalan dan mengasah otak, namun diperoleh anak melalui bagaimana anak berbuat, berpikir, memperoleh persepsi dll.

E.   Teori Dienes
Dienes berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat dianggap sebagai studi tentang struktur, memisah-misahkan hubungan di antara struktur-struktur dan menkategorikan hubungan-hubungan di antara struktur-struktur. Dienes mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk yang konkret akan dapat dipahami dengan baik. Dalam konsepnya itu Dienes membagi tahap-tahap belajar dalam 6 tahap, yaitu:
v  Permainan bebas (free play)
v  Permainan yang disertai aturan (games)
v  Permainan kesamaan sifat (suarching for comunities)
v  Representasi (representasion)
v  Simbulisasi (symbolization)
v  Formalisasi (formalization)

F.   Teorema Van Hiele
Pada bagian ini akan disinggung bagaimana teori belajar yang dikemukakan ahli pendidikan, khusus dalam bidang geometri. Dalam pengajaran geometri terdapat teori belajar yang dikemukakan oleh Van Hiele (1954), yang menguraikan tahap-tahap perkembanganmental anak dalam geometri. Menurut Van Hiele, 3 unsur utama dalam pengajaran geomtri yaitu waktu, materi pengajaran dan metode pengajaran yang diterapkan. Van Hiele menyatakan bahwa terdapat 5 tahap belajar anak dalam belajar geometri, yaitu:
v  Tahap pengenalan
v  Tahap analisis
v  Tahap pengurutan
v  Tahap deduksi
v  Tahap akurasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar