Konsep-konsep Psikologi dalam Rangka Pembelajaran
A. Belajar dalam konteks pembelajaran
Belajar karena proses pembelajaran memang lebih terarah dan terkendali daripada belajar karena pengalaman semata-mata. Keterarahan dan keterkendalian ini menurut proses pembelajarn untuk menghadirkan pembelajar atau guru, atau bahan belajar: tercetak seperti modul, terekam seperti kaset audio/video, dan tersiar seperti program radio/tv yang bersifat membelajarkan sendiri. Yang dimaksud membelajarkan sendiri ialah memungkinkan seseorang dapat belajar mandiri tanpa terlalu banyak menggantungkan diri pada orang lain.
B. Pembelajaran dikaitkan dengan perkembangan anak
Ada 3 pakar psikologi terkemuka (Piaget, Erikson, dan Sears dalam Maier: 1978) yang masing-masing meneorikan berturut-turut perkembangan kognitif, perkembangan afektif, perkembangan perilaku.
Perkembangan anak yang diteorikan oleh ketiga pakar tersebut dilandasi oleh asumsi bahwa proses perkembangan bergerak maju sebagai “suatu kesatuan dalam kesinambungan” dengan ciri-ciri:
· Bergerak secara berangsur dalam urutan maju
· Bergerak semakin mantap melalui tahapan urutan maju.
Dalam proses tersebut tercakup proses diferensiasi atau perbedaan dan integrasi atau penyatuan.
Disamping prinsip-prinsip perkembangan yang bersifat umum seperti tersebut dimuka, terdapat prinsip-prinsip yang khas yang diakui untuk masing-masing perkembangan kognitif, afektif dan perilaku, yaitu:
· Perkembangan kognitif dan implikasinya terhadap pembelajaran
Seperti diintisarikan oleh Maier ada bebrapa konsep proses kognitif yang diteorikan oleh Piaget yakni: adaptasi, asimilasi, akomodasi, ekuilibrasi, operasi dan skemata. Piaget membagi perkembangan kognitif atas 4 tahap yakni:
1. Periode sensorimotor, usia lahir 1 tahun - 2 tahun
2. Periode preoperasional, usia 2 – 3 sampai dengan 7 – 8 tahun
3. Periode operasional konkret, usia 7 – 8 sampai dengan 12 – 14 tahun
4. Periode operasional formal, usia di atas 14 athun
Relevan dengan kecendrungan proses berpikir pembelajar tersebut, Bell Gredler mengidentifikasikan adanya 3 issu pokok dalam pembelajaran, yaitu:
1. Mengembangkan keterampilan “bagaimana belajar”
2. Memberi kemudahan “alih proses belajar”
3. Membelajarkan proses pemecahan masalah
· Perkembangan afektif dan implikasinya terhadap pembelajaran
Perkembangan afektif memiliki pengertian penguatan individualitas seseorang dalam kehidupan sosial yang nyata. Dalam teorinya Erikson menirikberatkan pada saling keterkaitan dari perkembangan biologis, psikologis dan sosiologis dalam perkembangan individu. 5 tahap perkembangan afektif periode kanak-kanak yaitu:
1. Rasa kepercayaan dasar
2. Rasa mandiri
3. Rasa inisiatif
4. Rasa sibuk
5. Rasa jatidiri
· Perkembangan perilaku dan implikasinya terhadap pembelajaran
Menurut Sears tujuan setiap individu ditentukan oleh interaksinya dengan orang lain, dan ia dilahirkan dengan kemampuan untuk belajar yang tak terbatas. Asumsinya tentang perilaku yaitu:
1. Perilaku merupakan penyebab dan akibat dari perilaku berikutnya.
2. Perilaku didorong sendiri oleh efek pengurangan ketegaran
3. Perilaku suatu perilaku yang mendahului pencapaian tujuan mendapat penguatan karena perilaku itu diulang sebelum atau sesudah pencapaian tujuan.
4. Semua perilaku yang diperkuat dengan ciri-ciri dorongan setara membentuk sistem motivasi sekunder.
5. Siklus tindakan yang diketahui punya hukum tersendiri dan pola perkembangan adalah berontak, putus asa, ketergantungan dan identifikasi.
Konsep-konsep Sosiologi dalam Rangka Pembelajaran
Dalam sosiologi proses pendidikan atau edukasi disebut proses sosialisasi yang oleh Durkeim diartikan sebagai penyiapan secara metodologis/sistematis para pemuda untuk kehidupan dewasa di masyarakat. Bowditch dan Buono mengemukakan ada 5 kelompok dasar:
1. Kelompok primer atau sekunder
2. Kelompok formal atau informal
3. kelompok heterogen atau homogen
4. kelompok interaktif atau nominal
5. kelompok temporer atau permanen
Secara teoritik telah tersedia berbagai model pembelajaran sosial yang mendasarkan diri pada pengembangan “synergy” (semangat dan kekuatan bersama). Dengan model itu pembelajar menerapkan kiprah kerja sama dalam masyarakat secar simulatif.
Jenis dan ciri-ciri kelompok perlu diperhatikan dalam pembelajaran sosial agar peserta didik dan guru sama-sama dapat menghayati perilaku organizational dalam lingkup persekolahan.
Suherman Erman, Winataputra S. Udin, Strategi Belajar Mengajar Matematika, Universitas Terbuka, Jakarta, 1999.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar