Senin, 09 Januari 2012

perkembangan pengajaran matematika



Perkembangan Pengajaran Matematika di Dalam Negeri
Awal Pembaharuan
            Sejak tahun 1970 berhitung diganti dengan matematika. Langkah awal dalam pembaharuan itu dilakukan dengan memilih buku sumber utama matematika, yaitu belajar berhitung, terbitan Departemen P dan K tahun 1970 dengan buku pendamping Didaktik Berhitung, terbitan Bhatara, tahun 1969.
            Materi yang termuat dalam buku matematika modern diantaranya adalah himpunan, macam-macam bilangan, bilangan dasar nondesimal, aritmetika jam, pengantar teori kemungkinan, pengerjaan hitung dan geometri.



Pengajaran Matematika Tradisional
            Salah satu tujuan dari pengajaran berhitung lama adalah untuk melatih otak, yang sifatnya drill (latihan), primsip ini didasari teori psikologi dalam konsep disiplin formal, yang menyatakan bahwa proses latihan jauh lebih utama dari bahan yang diajarkan. Implikasinya adalah bahwa bahan atau materi yang disajikan tidaklah merupakan suatu persoalan.
Dalam proses belajar mengajar yang dilandasi teori ini, guru memberikan rangsangan atau stimulus berupa pertanyaan. Baik pertanyaan yang sifatnya menelusuri pengetahuan yang telah diperoleh, maupun pertanyaan tentang pendapat siswanya terhadap suatu masalah tertentu. Dengan adanya stimulus itu maka akan muncul respon dari siswa. Jika proses ini dilakukan secara berulang, maka  penguasaan bahan akan tercapai. Faham Thorndike melahirkan cara pengajaran yang sifatnya drill, dengan banyak memberi latihan yang diberikan secara kontinu (terus-menerus). Proses ini pada akhirnya akan memberikan suatu kemampuan yang termasuk keterampilan berhitung. Keterampilan berhitung memang akan muncul manakala proses yang sama dilakukan secara berulang. Namun kelemahannya penalaran siswa terhadap konsep yang sesungguhnya kurang mendapat perhatian.
John Dewey mengemukakan paham pendidikan progresif. Faham ini menyatakan bahwa dalam proses belajar-mengajar harus diutamakan munculnya belajar-insidental. Landasan pemikiran yang terungkap dalam aliran ini adalah bahwa orang pada dasarnya akan mempelajari sesuatu apabila hal itu sesuai dengan tuntutan kebutuhannya. Kelemahan-kelemahan pengajaran matematika tradisional yaitu:
·     Keterampilan berhitung dan proses menghafal yang sifatnya mekanis lebih diutamakn tanpa usaha mendalami pengertiannya.
·     Pengajaran matematika lama (berhitung) kurang memberi rangsangan pada siswa untuk bermotivasi dan memacu keingintahuan pada diri mereka.
·     Materi dalam berhitung lama tidak berkesinambungan.
·     Dalam berhitung lama topik matematika yang diberikan kurang ada hubungan dengan penerapan dlam kehidupan sehari-hari.
·     Berhitung lama kurang memperhatikan ketetapan bahasa.


Pengajaran Matematika di Luar Negeri
Pembaharuan Pengajaran Matematika di Amerika Serikat 
Menurut Morris Kline, sudah ada kesepahaman bersama bahwa pengajaran matematika tidak berhasil. Jika dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya nilai matematika lebih rendah.
Pernyataan lainnya adalah bahwa pada umunya siswa takut terhadap pelajaran matematika dan tidak menyukainya. Pada pertengahan abad ke-20 di Amerika Serikat terdapat beberapa proyek pengajaran matematika. Diantaranya ialah proyek yang dipimpin oleh beberman tahun 1952, yaitu UICSM (The University of Illinois Committee on School Mathematics). Proyek ini menekankan pada pengertian dan penemuan. Di atas telah diuraikan bahwa proyek UICSM merupakan cikal bakal matematika modern. Oleh karena itu tak heran jika Beberman, pemimpin proyek tersebut digelari Bapak Matematika Modern. Matematika modern memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
·     Menekankan pada pengertian dan penemuan.
·     Matematika modern memuat materi baru.
·     Pendekatan materi dalam matematika modern adalah matematika deduktif.
·     Dalam matematika modern ketetapan bahasa sangat diperhatikan.
·     Matematika modern sangat menekankan pada struktur

Gerakan “Back to the Basics”
            Banyak yang beranggapan bahwa adanya gerakan “back to the basics” mengandung arti bahwa matematikamodern sudah mulai ditinggalkan dan harus kembali ke berhitung lama. Pendapat ini tentu harus diluruskan, mengingat bahwa pada saat gencar-gencarnya gerakan “back to the basics”, materi matematika sekolah-sekolah di Amerika Serikat bersumber pada materi proyek SMSG. Matematika modern banyak ditentang oleh beberapa alih matematika diantaranya yaitu Prof. Morris Kline, yang dengan tegas menyatakan bahwa matematika modern pada dasarnya memiliki banyak kelemahan-kelemahan. Ia menyatakan bahwa matematika modern terlalu banyak yang diawali dengan aksioma atau postulat, atau yang bersifat umum, yang kemudian diambil contoh-contoh dan soal-soalnya. Kelemahan lainnya adalah matematika modern kurang bersifat konkret. Siswa sulit memahaminya karena siswa pada umumnya memerlukan konsep yang dapat ditarik oada dunia konkret. Matematika modern juga dianggap kurang ada hubungan dengan bodang-bidang studi lain. Bagaimana penerapan matematika pada ilmu-ilmu lain kurang mendapat perhatian. Akibatnya anak tidak mengetahui bagaimana kedudukan antara matematika dengan bidang studi lain. Kline juga menyebutkan bahwa matematika modern terlalu banyak mengandung topik-topik yang kurang berfaedah.
            Reys dan kawan-kawan, sesuai dengan yang dinyatakan oleh E.T. Ruseffendi, mengatakan bahwa gerakan “back to the basics”, merupakan suatu gerakan yang amat membahayakan bagi perkembangan matematika, tergolong gerakan yang mundur dan mengandung kesalahan-kesalahan. Pada dasarnya gerakan “back to the basics” tidak termasuk gerakan yang memperbaharui pengajaran matematika yang ada, yaitu matematika modern, melainkan hanya pengurangan beberapa topik dari matematika modern dan penggeseran keseimbangan dari matematika modern yang sifatnya lebih menekankan pada pengertian dan pemecahan masalah, kepada matematika yang praktis-praktis saja, dengan bahasa yang agak longgar dan kemampuan secukupnya.
            Gerakan “back to the basics” mendapat kecaman  pula dari beberapa organisasi yang berpengaruh di Amerika Serikat. Organisasi profesional seperti NACOME (National Advisory Committee on Mathematical Education) pada tahun 1975 mengusulkan agar siswa boleh menggunakan kalkulator dan komputer. Dalam penggunaan kalkulator, organisasi ini mengusulkan agae siswa boleh menggunakan pada saat siswa mengerjakan soal-soal matematika, termasuk penyelesaian tugas yang diberikan guru. Dalam kegiatan belajar-mengajar NACOME mengusulkan agar siswa diberi pengalaman konkret agar mampu memahami ide-ide dasar yang sifatnya abstrak.
            Organisasi lainnya, yaitu NIE (National Institut of Education), pada tahun 1975, menegaskan tentang pengertian dasar dalam kemampuan siswa dalam matematika. Organisasi ini mengusulkan 10 tujuan pokok yang harus dicapai dalam pendidikan matematika yaitu, keterampilan aritmetika yang cukup, adanya kaitan antara matematika dengan ilmu-ilmu lain, estimasi dan aproksimasi (taksiran dan pendekatan), statistika yang mencakup pengukuran, pengolahan dan interpretasi data, mampu memahami fungsi dan laju perubahan, memahami teori peluang, mendapat kesempatan praktek mandiri dalam mengoperasikan komputer dan mendapat kesempatan dalam menyelesaikan masalah dalam matematika.
            Di sisi lain NCSM (National Council of Supervisors of Mathematics), pada tahun 1976, mengemukakan pendapat bahwa dalam pengajaran matematika hendaknya mengandung segi-segi, pemecahan masalah, penerapan matematika dalam kehidupan sehari-hari, perkiraan benar atau salahnya suatu jawaban, taksiran dan penghampiran (estimasi dan aproksimasi), keterampilan berhitung yang memadai, geometri, pengukuran, membaca, menginterprestasi, membuat gambar, diagram dan grafik, menggunakan matematika dalam pendugaan atau ramalan dan mengetahui komputer serta mampu mengoperasikannya.
            Gerakan “back to the basics” yang berkeinginan unutuk memperbaiki pengajaran matematika, tidaklah berhasil dalam mencapai targetnya. Hasil program yang dicanangkan oleh gerakan tersebut ternyata memberi gambaran bahwa prestasi belajar siswa menurun. Penurunan ini sangat terlihat dalam 2 unsur, yaitu pengertian dan pemecahan masalah.

Kegiatan Internasional dalam Pengajaran Matematika
            Amerika Serikat, seperti juga negara-negara lainnya seperti Afrika, Asia, dan Australia sama-sama aktif dalam kegiatan internasional, seperti kontes Matematika  Internasional Tahunan yang dikenal dengan sebutan Olimpiade Matematika Internasional (International Mathematical Olimpiade). Yang mengikuti kegiatan ini adalah siswa-siswa SMTA. Untuk menjadi peserta dalam kontes yang bergengsi itu, peserta harus melewati seleksi yang amat ketat. Di Amerika Serikat misalnya, yang berhak mengikuti kontes itu adalah siswa yang memperoleh hasil terbaik dalam ujian sekolah menengah atas tahunan. Dengan demikian mereka merupakan orang-orang terpilih secara ketat dalam mewakili teman-temannya ke kontes internasional itu.

Pengajaran Matematika di Beberapa Negara
            Pembaharuan pengajaran matematika di AS ternyata diikuti oleh banyak negara. Di benua Eropa seperti di Perancis, Rusia, Inggris, Jerman dan Swedia; di benua Amerika seperti Kanada; di benua Asia seperti Jepang, Filipina, Indonesia dan Malaysia; di benua Australia; di benua Afrika seperti Uganda, Tanzania, Zambia dan Etiopia; di Oceania seperti Fiji.
            Berdasarkan hasil kunjungan Prof. E.T. Ruseffendi ke beberapa negara, diperoleh laporan bahwa pengajaran matematika sekolah di RRC adalah formal, cara mengajar adalah ceramah. Anak duduk dengan rapi mendengarkan guru. Matemtika juga diajarkan di tingkat TK, tetapi tidak pernah diberikan materi untuk tingkat SD. Pada waktu SMP siswa harus:
·       Dapat berhitung dengan bilangan cacah, bilangan bulat, pecahan dan desimal.
·       Mengenal bentuk-bentuk geometri sederhana.
·       Dapat menggunakan bentuk aljabar.
·       Dapat menyelesaikan soal tepakai yang sederhana.
Versi pelaksanaan pengajaran matematika (modern) di setiap negara berlainan, disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat. Kesimpulannya bahwa negara-negara di dunia sudah meninggalkan matematika modern adalah tidak benar. Mungkin ini kekeliruan dari mengartikan gerakan “back to the basics”. Dikiranya kembali ke berhitung lama.

Suherman Erman, Winataputra S. Udin, Strategi Belajar Mengajar Matematika, Universitas Terbuka, Jakarta, 1999.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar